Ini tulisan dari teman kuliah saya, Tatum Syarifah Adiningrum. Enjoy!
===================
Satu lagi istilah filosofis dari si Mas, setelah menelurkan hukum “kekekalan rejeki”, yaitu SINGA alias Si Nggak Mau Rugi. Sebenernya sih abbreviation nya nggak segitu nayambung, tapi pas banget kalau dipake buat ngegosip di depan publik 🙂
Istilah ini sebenarnya sudah diperkenalkan si Mas jaman kami pacaran, some 13 years ago (buset, lama ya???). Tapi baru-baru ini muncul kembali seiring kembalinya kegemaran kami makan buffet, hobi jaman umur 20 an dulu, ketika metabolisme masih dahsyat. Selama setengah tahun terakhir, beberapa kali kami mengunjungi restoran-restoran buffet macam Hartz Chicken, Hanamasa, pun menikmati buffe breakfast ketika liburan di hotel. Dan kami pun kembali bertemu dengan para SINGA.
Singa-singa ini punya gaya yang sama: mondar-mandir antara meja pribadi dengan meja hidangan dengan isi piring munjung. Apakah temans pernah melihat gaya ngambil salad di Pizza Hut yang bisa sampe 4 layer, dan saos thousand islandnya netes-netes di pinggir? Nah, itulah salah satu pemandangan tipikal manusia singa dalam menghadapi buffet. Gaya yang paling cocok ketika masih pada mahasiswa, duit saku ngepres, tapi maunya makan rame-rame di tempat keren…. Tapi rasanya nggak lagi cocok di saat usia sudah bertambah, mampu makan sekeluarga di tempat keren yang melambangkan tingkat kemapanan yang sudah bertambah.
Alkisah, di salah satu weekend, kami sekeluarga menginap di salah satu hotel di Lembang, dengan hidangan sarapan buffet yang lumayan variasi dan rasanya. Mata saya rada melotot melihat seorang Ibu, yang kira-kira usianya nggak jauh beda dengan Ibu saya, membawa piring penuh kue-kue dan pastry. Sepiring penuh! (piring makan, bukan piring lepek) dan di meja beliau saya lihat hanya ada Ibu itu dan suaminya. Nggak berapa lama lewat seorang Ibu muda membawa sepiring penuh sosis, at least dalam piring itu ada 20 potong sosis. Saya lihat situasi mejanya, hanya ada suami dan dua orang anak kecil. Memandang meja kami yang minimalis, 2 dewasa dan 2 anak, dengan sepiring nasi goreng di depan masing-masing orang dewasa dan sepotong roti bakar di depan tiap-tiap anak, saya jadi agak-agak malu dan merasa tertantang…. Maka pergilah saya ke meja buffet dan mengambil 4 buah kue berukuran mungil. Itu aja perut saya udah penuuuuhh…. dan sepotong kue bersisa tak termakan. Laah…. gimana dengan ibu-ibu yang tadi yaaaahhh???
Di suatu hari Minggu, di hari ulang tahun saya, the Krucils dan bapaknya minta ditraktir di restoran Chicken buffet. Walaupun males, karena kebayang pasti penuh dengan para pengunjung yang pulang dari gereja, saya turuti sajalah, biar pada seneng. Beneran aja, restoran itu penuuuhhh…. penuh dengan singa-singa yang dari segala kelompok usia. Ada yang makan sampe muntah lah (sueeerrrr), ada yang sisa makanan menumpuk di meja, dan jangan tanya antrian es krimnya….. Tidak lagi menggunakan sendok es krim yang cuma satu dan harus bergantian, tapi para anak-anak kecil (fully supported by their parents), merubung bak es krim dengan menggunakan sendok masing-masing mengais-ngais es krim tersebut. Sungguh, saya serasa ada di antrian RasKin atau BLT aja. Jangan tanya pula keadaan porsi topping yang disediakan untuk es krim tersebut…. Ada yang satu mangkok es krim mengambil 4 macam topping secara excessive, ada yang cuma satu aja tapi hampir menghabiskan semua porsi topping. Pokoknya, tidak ada lagi azas kepantasan, yang ada cuma SINGA….
Keadaan yang sama saya jumpai di tempat-tempat buffe yang lain. Tak peduli apakah tempatnya elit, menengah, atau setara warung kos, SINGA selalu menunjukkan taring. Mungkin memang sudah menjadi adat di negara tercinta ini untuk menjadi SINGA di saat bisa, termasuk SINGA kekuasaan – mumpung berkuasa, lalu korupsi, kan masa jabatan cuma 5 tahun dan belum tentu terpilih lagi. Jadi, jangan heran dengan kebobrokan negeri kita sekarang ini, karena pada dasarnya, bukan penguasa bukan rakyat, semuanya telah jadi SINGA…alias si nggak mau rugi….